Minggu, 22 November 2009

Jemari Kecilku dan Genggaman Besarnya

waktu aku kecil.

aku duduk di kursi kecilku terdiam tak tahu apa yang harus aku lakukan. Ia datang dengan senyumannya, memberiku sekotak crayon berwarna warni. tak tahu apa yang harus kulakukan aku mengambilnya, menggigitnya. sejenak Ia terdiam lalu tertawa seraya mengambil apa yang kugigit. rasanya tidak enak, tapi aku terus ingin menggigitnya. batang crayon itu diambilnya, sponta aku menangis. ITU MILIKKU. tanpa menghiraukan tangisanku Ia pergi. pergi. lalu kembali dengan secarik kertas di tangannya. memberiku crayonku kembali dengan tambahan kertas yang sebelumnya Ia ambil. dengan wajah tersenyum diraihnya tanganku yang sedang menggenggam crayon. digerakkannya tanganku untuk menoreh sebuah garis diatas kertas. hanya satu garis. berwarna! indah! aku tak tahu warna apa itu. dengan tersenyum lagi Ia berkata, "itu merah, Nisa.". aku terhenti dari tangisku, tersenyum. tertawa. kutoreh lagi sehingga ada 2 garis diatas kertas itu. aku senang!

Ia memberiku satu batang lagi. dengan tatapan penuh ingin tahu aku memadangnya. seakan tahu arti tatapanku Ia menjawab, "itu kuning.". mulai lagi aku membuat garis diatas kertas. dengan riang dan gembira aku mencoret-coret kertas itu hngga penuh. dan dengan langkah bijaksana juga Ia mengambil, dan terus mengambilkan kertas untukku. tanpa lelah. padahal aku tahu itu sudah jam 8 malam. Ia baru saja datang yang entah dari mana saja aku tak tahu.

sebegitu asyiknya aku menoreh hingga dia terlelap kemudian. aku menangis. menangis. Ia terbangun karena tangisanku. dan tetap tersenyum Ia meraih tanganku. menggerakkannya lagi membentuk sebuah lingkaran. "ini namanya lingkaran.". aku tersenyum. tertawa lagi. mulai membuat lingkaran yang tak sesempurna miiknya. hingga aku terlelap di sampingnya.

waktu aku remaja.

aku senang berkumpul dengan teman2ku. bercanda. tertawa. aku menemukan duniaku bersama teman2ku. hingga aku lupa waktu. aku pulang kerumah tanpa rasa cemas dan khawatir. Ia menungguku. meungguku di meja makan. dengan tatapannya Ia bertanya, "kenapa baru pulang? kamu tahu ini sudah jam berapa?". aku tahu dari nada bicaranya Ia sedang marah. aku yang merasa senang dengan teman2ku tak menghiraukan amarahnya. aku jawab pertanyaannya yang menurutku memang benar. tanpa kuduga, Ia membentakku. Ia marah padaku. aku benar2 tak melakukan apa2, tapi Ia memarahiku? aku marah. kesal. kebebasan masa remajaku ingin direbutnya! Ia tak berhak menghakimiku. aku lari ke kamarku dan menangis. kenapa Ia tak memperbolehkanku bermain bersama teman2ku? ini hidupku, ini jalanku, tak ada yang berhak menunjukkan jalan selain aku dan diriku sendiri.

hingga Ibu datang ke kamarku mendengar tangisanku. dengan senyumnya Ibu membuatku nyaman, dan Ibu berkata, "Ia begitu agar kamu tetap terjaga.".

oh bodohnya aku, mengapa aku tak menyadarinya? Ia bukan marah kepadaku! Ia marah kepada dirinya sendiri! Ia marah karena tak tahu dimana aku berada. Ia marah karena tak mengerti apa yang harus Ia lakukan. Ia marah karena AKU SENDIRIAN DILUAR SANA TANPANYA. Ia marah karena tak bisa menjagaku.

saat ada lelaki dalam hatiku. lelaki yang kucintai. aku cinta padanya melebihi apapun. lelaki itu sangat baik padaku. Ia sering datang kerumahku hanya untuk melampirkan senyumnya padaku, bahkan tak jarang dia mengantarkanku kerumah. saat aku dirumah bersama lelaki itu, Ia selalu diam2 melihat bagaimana keadaanku. bagaimanapun aku merasa terganggu. bagaimanapun aku sangat ingin menghabiskan waktu hanya dengan berdua dengannya. tapi Ia selalu ada dan mengawasiku. itu mengganggu.

kuceritakan hal ini pada Ibu. lagi2 dengan senyumnya hatiku tenang, seraya berkata, "Tahukah kamu Ia merasa cemburu?"

oh bodohnya aku! ialah lelaki pertama yang mengumbar senyumnya padaku. lelaki pertama yang dapat membuatku tertawa. lelaki pertama yang dapat menghentikan aku dari tangisku. lelaki pertama yang mengantarkanku kemanapun aku mau. lelaki pertama yang kulihat saat aku datang ke dunia ini. Ialah lelaki pertamaku.

aku sekarang jauh darinya. aku sadar betapa aku merindukannya. betapa aku ingin melihat senyumnya. betapa aku ingin Ia menggenggam tanganku dan menggerakkannya membentuk sebuah lingkaran dengan crayon yang rapuh kugenggam. betapa aku ingin datang ke pelukannya sesaat setelah Ia berkata ini-itu yang saat Ia berkatapun aku tak mau mendengarnya. betapa aku ingin mendengar suaranya saat Ia memanggil namaku. betapa aku ingin berjalan bersamanya yang dengan langkah bijaksananya menuntunku kemana aku harus pergi. betapa aku ingin berkata, "Aku cinta padamu, Bapak.", dan melihatnya tersenyum.

aku sekarang bukanlah siapa2. aku sekarang hanya seorang mahasiswi tingkat dasar yang tak tahu harus berjalan kemana. yang aku tahu Ia disana menunggu keberhasilanku. menunggu akan jadi apa aku nanti. aku tahu Ia tidak akan peduli berapa gajiku setelah aku bekerja nanti. Ia tidak akan peduli aku jadi seniman besar ataupun pejabat. yang aku tahu Ia berharap aku akan jadi yang terbaik untukku sendiri, untuknya dan untuk keluarganya. yang aku tahu Ia mendoakanku selalu seraya memeras keringatnya untukku hidup dan berjuang disini. yang aku tahu, tekadku sudah bulat untuk membahagiakannya dan istrinya.


I love you, Bapak

best regards,


KanaKapab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JUJURLAH!